Hi!Pontianak – Euis merupakan satu dari sekian banyak pembatik di Indonesia. Ia memulai usaha tersebut dengan tantangan yang mudah. Namun, usaha membantiknya itu sangat terbantu berkat dukungan Sandi Nusantara dan PaDi UMKM.
Kala itu, bati ‘Maos’, salah satu varian baik tulis dari Cilacap, Jateng, sedang surut sinarnya. Ketika kolega-kolega dekatnya sudah enggan membatik, Euis bertekat untuk bertahan dengan usaha yang digelutinya.
Dengan tekadnya yang bulat itulah, dikibarkan bendera usaha berlabel Rajasa Mas Jaya. Singkatnya, usai mengikuti satu pemeran ke pameran lain, Rajasa Mas Jaya mengintegrasikan diri dengan blanja.com, sebuah layanan online marketplace milik Telkom.
Kemudian, Rajasa Mas Jaya mencoba bertransformasi memadukan kerajinan bambu dengan perca batik. Aneka rupa cendera mata dari dua bahan tersebut telah diekspor ke sejumlah negara.
Hingga pandemi COVID-19 pun melanda. Sektor bisnis terdampak, tak terkecuali usaha yang digeluti Euis. Ia sempat memutuskan shifting ke pengadaan masker. Pesanan didapatnya dari relasi dengan Kementerian Kesehatan. Perlahan usahanya bisa bangkit kembali melewati masa-sama sulit pandemi.
“Alhamdulillah. Itulah proses. Jadi, sebenarnya kalau ada yang ngeliat kita sekarang uh enak ya. Sebenarnya kita juga banyak jatuh bangun. Enggak ujug-ujug (seperti sekarang) ya,” ujar Lis, sapaan akrab Euis.
Untuk mengembangkan usahanya itu, Euis bergabung ke PaDi UMKM. Platform dari Telkom yang mengonsentrasikan dirinya pada pengembangan UMKM. Sebelumnya, Rajasa Mas Jaya yang merupakan UMKM binaan salah satu BUMN.
Hubungan inilah yang membawa Rajasa Mas Jaya terintegrasi dengan PaDi UMKM. Tentu saja selalu ada masa transisi bagi pelaku bisnis yang mencoba memanfaatkan platform digital. Untuk hal itu, Bu Lis punya pengakuan tersendiri.
“Pertama-tama online itu (bersama PaDi) ya masih gagap. Sekarang kan udah agak mendinglah ya, udah paham gitu,” ujarnya.
Bisnis Melaju, Warisan Budaya Berlanjut
Rajasa Mas Jaya tumbuh sebagai industri rumahan yang berhasil menyerap tenaga kerja secara masif. Di awal usahanya, Rajasa Mas Jaya baru mempekerjakan 4 orang saja. Namun, kini hampir 100 orang yang bekerja di sana.
“COVID kan makin nambah karena kan banyak teman-teman yang usahanya tutup. Mereka pada datang ke rumah,” ungkapnya.
Sejauh penggunaan platform PaDi UMKM, Bu Lis merasa integrasi UMKM dengan berbagai BUMN menjadi lebih smooth. Akses kerja sama dengan BUMN merupakan hal penting yang selama ini didambakan oleh tidak sedikit UMKM di Indonesia.
“Sekarang ngejar ke pengadaan-pengadaan yang bersifat kayak umroh gitu. Alhamdulillah sih, sebulan untuk batik kita bisa supply sampai 2000-an. Dari mukena, syal, hingga kerudung batik gitu,” paparnya.
Batik pada akhirnya bukan semata bisnis. Ia tak hanya mendatangkan rezeki, tapi juga mempertahankan sejarah bangsa. Dalam kisah yang dipercaya Euis, batik Maos memiliki pertalian dengan epos sejarah. Ia digunakan sebagai sandi oleh Pangeran Diponegoro selama Perang Jawa.
Katanya, motif ‘cebong kumpul’ memberitahukan di satu daerah ada sekumpulan prajurit atau laskar yang bersiaga. Sudah hampir 200 tahun Perang Jawa berlalu, batik Maos masih hidup. Bersama PaDi UMKM, Rajasamas Maos berupaya menjadikannya sandi zaman. Bahwa warisan nusantara itu lestari. Menghidupi periuk nasi orang-orang yang mewarisinya.